Anies Baswedan bisa terkena sanksi pidana terkait uang pinjaman Rp 50 miliar dari Sandiaga Uno untuk kampanye Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2017 lalu.
Hal itu disampaikan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) saat menyoroti utang Anies Baswedan yang terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.
Menurut Bawaslu transaksi tersebut melanggar ketentuan dana kampanye yang masuk unsur pidana.
Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja mengatakan, penerimaan dana Rp 50 miliar itu merupakan pelanggaran karena melampaui batas maksimal sumbangan dana kampanye yang boleh diterima calon kepala daerah.
Dalam Undang-Undang (UU) Pilkada, calon kepala daerah hany dibolehkan menerima sumbangan dana kampanye dari perseorangan maksimal Rp 75 juta. Sedangkan dari swasta maksimal Rp 750 juta.
Anies Baswedan mengakui bahwa pemberi pinjaman tidak mengharuskannya membayar utang tersebut apabila menang dalam Pilgub DKI 2017.
Anies nyatanya menang. Artinya, Anies mendapatkan sumbangan dana kampanye Rp 50 miliar.
“Itu seharusnya bermasalah, seharusnya itu pelanggaran pidana! Itu pidana karena dia tidak menyebutkan itu di laporan akhir dana kampanye,” ujar Rahmat Bagja dikutip dari Republika.co.id, Rabu (15/2/2023).
Bagja juga menjelaskan, meski sumbangan dana Rp 50 miliar itu merupakan pelanggaran ketentuan dana kampanye, namun perkara itu sulit diusut. Sebab, Pilkada 2017 sudah selesai, bahkan Anies baswedan sudah selesai menjabat sebagai gubernur DKI pada 16 Oktober 2022.
“Biasanya kalau pilkadanya sudah selesai, ya tidak bisa diusut. Kecuali (pelanggaran dana kampanye ini) ditemukan di awal-awal masa jabatan. Ini kan udah selesai masa jabatannya, baru muncul. Aneh juga baru muncul sekarang, ini lah repotnya kita ini,” kata Bagja.
Namun, Bagja akan memverifikasi sejumlah regulasi untuk memastikan batas kedaluwarsa sebuah perkara dugaan pelanggaran dana kampanye. Terlepas dari pengusutan perkara Anies, Bagja berharap, kasus serupa tidak muncul lagi saat gelaran Pemilu 2024.
Anies diketahui merupakan bakal calon presiden yang hendak berlaga dalam Pemilu 2024. Perkara sumbangan dana kampanye Anies ini sebelumnya diungkap oleh Waketum DPP Partai Golkar Erwin Aksa.
Dia menyebut Anies berutang kepada Sandiaga Uno sebesar Rp 50 miliar saat Pilgub 2017. Anies dan Sandi merupakan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur ketika itu. Adapun Erwin adalah tim pemenangan kampanye pasangan Anies-Sandi.
Setelah kabar utang itu beredar luas, Anies Baswedan menyampaikannya klarifikasi. Anies tegas menyatakan bahwa uang Rp 50 miliar itu bukan milik Sandi. Anies menjelaskan, uang Rp 50 miliar itu berasal dari pihak ketiga untuk keperluan kampanye.
Pihak ketiga tersebut mengharuskan Anies dan Sandi mengganti uang tersebut apabila mereka tidak terpilih sebagai gubernur-wakil gubernur. Sebaliknya, utang tersebut dianggap lunas apabila Anies-Sandi menang.