Anda mungkin sering mendengar istilah “good cop, bad cop” di film film Hollywood. Sebenarnya istilah ini awalnya mengacu pada suatu teknik interogasi pada tersangka, agar yang bersangkutan merasa terancam pada satu polisi, dan merasa nyaman pada sosok polisi penyidik lainnya.
Dengan demikian ia diharapkan mau membuka berbagai informasi kunci kepada si “polisi baik”.
Tapi di luar skenario film, fakta tentang keberadaan polisi baik dan polisi jahat itu memang ada.
Tidak semua polisi dapat memegang sumpahnya, sebagaimana hal yang nyata juga terjadi pada profesi lainnya. Tetapi siapapun oknumnya, tentu mereka tetap akan berusaha menjaga korps, sebab korps tidak hanya berurusan dengan perilaku personal.
Dia adalah sebuah institusi yang terkait dengan eksistensi suatu negara. Maka polisi baik dan polisi jahat tidak boleh sampai mempengaruhi marwah atau kehormatan lembaga.
Saat ini, kepolisian yang kuat semakin dirasakan keperluannya hadir di tengah masyarakat. Kasus-kasus begal, narkotika, dan jaringan-jaringan terorganisir sudah mulai mengganggu ketenteraman hidup warga.
Aksi-aksi mereka memberikan teror dan menyebabkan rasa aman menjadi mahal. Di tengah situasi ini, harapan masyarakat hanyalah Polri.
Tetapi apabila harapan itu tidak dapat segera ditunjukkan dengan kekuatan dan kesungguhan, maka berbagai spekulasi bisa muncul ke permukaan yang pada akhirnya mengikis kepercayaan terhadap kepolisian.
Spekulasi itu bisa macam-macam. Selain dianggap kurang responsif, kecurigaan yang lebih jauh dapat melebar kepada isu “bad cop” tadi.
Benarkah polisi terlibat dalam konflik kepentingan dengan organisasi kejahatan? Inilah yang sangat ditakutkan, karena apabila antara polisi dan masyarakat tidak terdapat saling kepercayaan, maka yang bergembira adalah para penjahat yang sebenarnya di luar sana.
Polisi tidak selamanya bekerja dalam penyamaran, penangkapan, dan penanggulangan kejahatan. Beberapa di antara mereka secara ikhlas menambah kegiatan sebagai pekerja sosial.
Mereka mengambil inisiatif untuk menolong orang yang kesusahan secara ekonomi sepanjang jangkauan tangan mereka.
Dengan menghadirkan tindakan-tindakan manusiawi yang melampaui penugasan resmi ini, kami berharap kepercayaan publik terhadap jajaran kepolisian tetap dapat dipelihara, yang pada akhirnya menjadi sumbu kekuatan untuk menangkal dan menghilangkan kejahatan-kejahatan terorganisir, apalagi dalam soal kriminalitas yang tingkat ancamannya semakin tinggi.
Semoga dengan liputan-liputan seperti ini, neraca antara “good cop” dan “bad cop” semakin memberikan bobot pada keberadaan polisi-polisi baik dan inspiratif. Dan kiranya, kepolisian kita tetap dapat diandalkan, dan selalu bertindak secara presisi. Good cop is good news! (Tabloid Potret)