Nasional Corruption Watch (NCW) mendesak pihak berwenang untuk segera mengusut dugaan kasus intimidasi dan pelanggaran hukum yang dialami oleh seorang Warga Negara Indonesia (WNI) berinisial (LT) di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya. Kasus ini terkait dengan dugaan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia (TPPM) yang melibatkan 17 Warga Negara Asing (WNA) asal Nepal.
Kekerasan Verbal dan Intimidasi

Sejak awal pemeriksaan, (LT) dilaporkan mengalami kekerasan verbal dan intimidasi yang diduga dilakukan oleh oknum pejabat Imigrasi, termasuk Kepala Seksi (Kasi) dan Kepala Bidang Inteldakim Kanimsus I TPI Surabaya. Kekerasan verbal ini meliputi penggunaan kata-kata yang merendahkan, menyerang, dan mengontrol, yang berdampak serius pada kondisi mental dan psikologis (LT). Dampak tersebut antara lain penurunan harga diri, kecemasan, depresi, dan potensi trauma psikologis jangka panjang.
Kejanggalan dalam Pendampingan Hukum
NCW menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses hukum yang dihadapi (LT). Salah satunya adalah penunjukan pengacara berinisial (AS) yang diduga tidak berpihak pada kepentingan (LT). Selama pendampingan, (LT) merasa pengacara tersebut lebih fokus pada negosiasi uang sebagai solusi, alih-alih membela hak-haknya. Akibatnya, (LT) memutuskan untuk menghentikan kerja sama dengan pengacara tersebut.
Herman Parulian, Ketua DPD NCW, menegaskan bahwa setiap warga negara berhak memilih dan menerima pendampingan hukum secara bebas tanpa paksaan dari pihak mana pun. “Tindakan pihak Imigrasi yang memaksakan pengacara kepada saudari (LT) sangat bertentangan dengan Asta Cita Presiden kita,” tegas Herman.
Pencemaran Nama Baik
Selain intimidasi, (LT) juga menjadi korban pencemaran nama baik akibat pemberitaan yang menyebut dirinya sebagai pacar salah satu terduga pelaku TPPM. Padahal, (LT) adalah istri sah dari WNA asal India yang dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus ini. Pemberitaan yang tidak akurat ini telah memperburuk kondisi psikologis dan reputasi (LT).
Dugaan Konspirasi dan Pelanggaran Hukum
NCW juga menemukan indikasi konspirasi antara oknum pegawai Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya, seorang agen berinisial (I), dan pengacara (AS). (I) diduga sebagai calo yang tidak memiliki izin resmi dalam pengurusan dokumen keimigrasian, termasuk KITAS, Visa, dan pencarian sponsor bagi WNA asal Nepal dengan biaya yang sangat tinggi. (I) juga diduga memakai perusahaan sponsor tanpa sepengetahuan pemilik perusahaan yang sebenarnya, yakni Ibu (RT), dibebaskan, sementara (LT) yang merupakan istri WNA asal India dinyatakan tersangka
Temuan ini semakin diperkuat dengan adanya bukti percakapan WhatsApp antara oknum pegawai Pengacara dengan (LT), serta percakapan antara (LT) dan (I) yang juga mengungkap adanya setoran uang sebesar 10 juta rupiah untuk ACC izin tinggal ke “orang dalam” . Temuan ini semakin memperkuat dugaan adanya pelanggaran hukum dan penyalahgunaan wewenang di lingkungan Kantor Imigrasi tersebut.
Desakan untuk Investigasi Mendalam
Berdasarkan temuan tersebut, NCW mendesak pihak berwenang, khususnya direktorat kepatuhan internal, untuk segera melakukan investigasi mendalam dan menindak tegas pihak-pihak yang terbukti terlibat dalam pelanggaran hukum. NCW juga menyerukan transparansi dan keadilan dalam proses hukum ini.
“Apabila benar terjadi intimidasi, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai kekerasan verbal yang jelas merugikan saudari (LT),” ujar Herman Parulian.
Komitmen NCW
Kasus ini telah menjadi perhatian publik, dan NCW berkomitmen untuk terus mengawal proses hukum demi memastikan transparansi dan keadilan yang sejati. NCW juga akan terus mendampingi (LT) dan korban lainnya untuk memastikan hak-hak mereka terlindungi. (As/ril)
Bersambung.