Tapsel – Tambang Emas Martabe PT Agincourt Resources (AR) berada di Kecamatan Batang Toru, Sumatera Utara (Sumut), dengan luas wilayah 1.639 km persegi. Pada Januari 2024 lalu, PT AR telah mengumumkan memperluas wilayah eksplorasinya ke bagian utara yang tumpang tindih dengan Area Utama Keanekaragaman Hayati (Key Biodiversity Area/KBA) Batang Toru.
Eksplorasi ini dikhawatirkan akan merambah ke wilayah konservasi dan membahayakan habitat Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis). Pasalnya, Batang Toru merupakan ekosistem penting bagi spesies Orangutan Tapanuli yang statusnya kritis atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar.
Orangutan Tapanuli resmi dijadikan sebagai jenis baru, pada November 2017. Pemerintah Indonesia pun telah menetapkan Orangutan Tapanuli sebagai spesies dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No.P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Penetapan Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.
Orangutan Tapanuli ini menjadi jenis ke tiga yang hidup di Indonesia, selain Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) dan Orangutan Kalimantan (Pongo Pygmaeus). Populasinya, diperkirakan tidak lebih dari 800 individu yang hidup di habitat sangat terbatas.
Konsesi Martabe merupakan yang terbesar di wilayah ekosistem Batang Toru yakni 130.429 ha. Luas area tambang aktif per Januari 2022 sebesar 509 ha. Dari jumlah tersebut, 114 ha tumpang tindih dengan ekosistem Batang Toru. Sementara, total proyeksi area tambang mencapai 918 ha, yang 341 ha akan tumpang tindih dengan ekosistem Batang Toru.
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan 529 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Sumut, wilayah kontrak kerja PT AR tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung di Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) 8,170 ha, Tapanuli Tengah (Tapteng) 9,625 ha, dan Tapanuli Selatan (Tapsel) 12,835 ha.
Menurut hasil studi WALHI Sumut, ada tujuh poin yang harus dicermati terkait kehadiran perusahaan ini, diantaranya, wilayah kontrak kerja PT AR tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung di Kabupaten Taput, Tapteng dan Tapsel.
Wilayah kontrak kerja perusahaan tumpang tindih dengan hulu dari lima daerah aliran sungai (DAS), yaitu Sipan Sihaporas, Batang Toru, Garoga, Tapus, dan Badiri, yang menjadi sumber utama kehidupan hampir 100.000 masyarakat di hilir.
Wilayah PT AR tumpang tindih dengan 27.792 ha ekosistem Batang Toru, yang diusulkan menjadi kawasan strategis nasional.
Wilayah perusahaan tumpang tindih dengan hutan primer yang menjadi habitat terakhir Orangutan Tapanuli. Juga, tumpang tindih dengan habitat Harimau Sumatera dan Trenggiling yang keduanya berstatus kritis.
Wilayah perusahaan berada di zona kerentanan gerakan tanah tinggi di Sumut, yang bahaya tanah longsor mengancam kelangsungan hidup warga sekitar.
Wilayah perusahaan di pusat gempa Sumut.
Dan terakhir (ke tujuh), pembukaan hutan oleh spekulan tanah di areal hutan primer sekitar perusahaan menjadi ancaman besar (efek pertambangan secara tidak langsung) yang meningkatkan deforestasi.
Terkait hal ini, Humas PT AR Batang Toru, Gloria Natalia Oca, yang dikonfirmasi sejak Kamis (7/3/23) sore mengatakan agar membuat pertanyaan dalam satu file word.
“Biar lebih rapi pertanyaannya apa saja. Tapi kalau Abang menolak, it’s ok,” jawab Oca via pesan WhatsApp.
Aktiva.news kemudian menerakan satu persatu konfirmasi (pertanyaan) tersebut, Oca mengatakan, menyusun terlebih dahulu jawabannya.
“Mohon ditunggu. Ini sudah sore loh bang. Besoklah ya bang,” tulis Oca.
Humas PT AR yang dikonfirmasi kembali pada Jum’at (8/3/24) siang juga masih belum memberikan keterangan resmi hingga berita ini diterbitkan.
“Mohon ditunggu bang,” tulis Oca dengan jawaban yang sama. (Syaiful)