Tanggamus l Aktiva.news – Dua orang wartawan mendapatkan sambutan tidak kooperatif dari oknum kepala sekolah di kecamatan Talangpadang yang menganggap jurnalis mendatanginya untuk melakukan pemeriksaan Arkas penggunaan angaran dana BOS jelas bukan tupoksi wartawan dan ini tentu bertentangan keras dengan Undang-Undang Pers no 40 tahun 1999, Selasa (30/01/24)Â
Pada 18 Oktober 2023 di Islamic center Kotaagung kabupaten Tanggamus, ada workshop yang diselenggarakan oleh salah satu organisasi profesi jurnalis, dengan tema mengenali kode etik dan tupoksi jurnalis. Pesertanya para kepala sekolah se-kabupaten Tanggamus, masih belum lama viral di tengah para awak media kegiatan itu berlangsung. Workshop dengan tujuan, membekali para kepala sekolah tentang tupoksi, kode etik, serta UU Pers No 40 tahun 1999 agar tidak terjadinya miskomunikasi di keduanya.
Tapi miris peristiwa ini harus terjadi, tepatnya hari Senin 22 Januari 2024 di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SD N) kecamatan Talangpadang kabupaten Tanggamus apa yang di sampaikan oleh seorang kepala sekolah, pimpinannya para tenaga pendidik sangat bertentangan dengan tupoksi wartawan. Bila seorang kepala sekolah saja berpikir seperti ini terhadap wartawan, lalu bagaimana dengan masyarakat, hal ini ada indikasi memojokkan jurnalis yang sedang menggali informasi, agar wartawan menghentikan tugasnya kalau seperti itu.
Bermula dari kedatangan dua orang wartawan, untuk menanyakan kebenaran suatu informasi yang mereka terima, supaya berita disampaikan nantinya ke publik bukan hoaks atau opini jurnalis semata. Namun sayang jawaban yang diterima kata-kata berikut.
“Kalau soal Arkas, pembelanjaan itu bukan kewenagan anda, karena kami sekolah punya verifikasi sendiri karena yang periksa kami dinas pendidikan dan inspektorat, mohon maaf sekali lagi memang kami mitra,” ini sekelumit kata NM (inisial) yang disampaikan dua wartawan ke Aktiva.news, saat keduanya bertanya ke si oknum Kepsek itu tentang kegiatan sekolah, yang ada hubungannya dengan dana Bantuan Operasional Sekolah, atau yang lebih familiar di masyarakat anggaran dana BOS. Disini jelas dua hal yang berbeda, kepentingan jurnalis itu bertanya dan kewenangan Disdik dan Inspektorat adalah memeriksa.
Ini menimbulkan pertanyaan! sejak kapan media diperbolehkan atau ada izin untuk mengaudit/memeriksa, aturan dari mana ini kalau ada? bisa-bisa nya seorang kepala sekolah berpikir bahwa media bertanya di anggap mau memeriksa Arkas, ini jelas ngawur pernyataan oknum tersebut.
Kedatangan kedua wartawan, yang tergabung di organisasi profesi jurnalis A-PPI ini dalam rangka menanyakan informasi yang di dapatkan. Untuk menghindari informasi bohong/tipuan (hoaks) juga berita tidak berimbang. Di sinilah hak jawab di berikan, oleh awak media kepada seseorang dengan cara mendatangi nya dan bertanya, agar informasi yang diterima dan diberikan ke publik nantinya bukanlah berita hoaks.
Artinya, dengan adanya suatu konfirmasi dilakukan oleh wartawan! maka media dapat menyajikan suatu berita ke publik yang akuntable (red-dapat dipertanggungjawabkan). Namun sayang, yang diterima oleh kedua awak media ini saat berjumpa dengan NM, seolah-olah wartawan ada kesan melakukan suatu tindakan pemeriksaan. Bagaimana masyarakat bisa mendapatkan informasi transparan dan bukan hoaks, bila tanggapan yang diberikan tidak mencerminkan edukasi seperti ini.
Lalu, apa juga maksud dan tujuan dari kepala sekolah ini di penghujung pertemuan, memberi tahukan tempat tinggalnya, jelas-jelas tidak ada hubungan nya dengan kedatangan awak media ke ruang kepala sekolah? yang bercampur dengan ruang guru itu.
“Saya orang bawah, pak ya, saya orang Tanjungheran kalau bapak tidak aneh wajahnya, saya sering liat,” katanya dan mengatakan mengenali salah seorang wartawan yang mengunjunginya.Kalau ini, ada indikasi pelarangan penyiaran bagi wartawan maka, perlu di lihat kembali UU pers yang mana kewenangan pers telah di jamin untuk melakukan penyiaran dan hak mencari, memperoleh suatu informasi.
Tupoksi wartawan dan hak nya itu, di UU Pers no 40 tahun 1999, sangat jelas di katakan pada Pasal 4 BAB II nomor 1,2 dan 3 diantaranya, kebebasan pers ada lah hak asasi warga negara dan tidak adanya pelarangan penyiaran serta “ada” hak mencari memperoleh informasi. Yang berbunyi sebagai berikut ini.
Nomor ; (1). Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
Nomor ; (2).Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
Dan nomor (3) berbunyi ; Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Disini bisa kita lihat, kedatangan dua orang awak media tersebut tidak ada pelanggaran UU Pers saat menjalankan tugas, tentunya sangat bertentangan dengan apa yang disampaikan NM, bahwa akan melakukan pemeriksaan kegiatan penggunaan anggaran dana BOS di sekolah yang “ia” pimpin.
Terkait kedatangan dua orang wartawan yang tergabung di organisasi profesi Asosiasi Pewarta Pers Indonesia (A-PPI) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung tersebut, untuk menanyakan kegiatan penggunaan dana BOS 2022 dan 2023.Mengingat ada informasi janggal yang di dapatkan wartawan dan atas dasar itu lah diperlukan bertanya dahulu ke Kepsek, sebelum di sampaikan ke publik. Agar isi berita bukan opini serta sepihak juga kebohongan publik.(Jeni)