Minggu, September 8, 2024

Ketum A-PPI Ade Julhaedir meminta DPR-RI Hargai Penolakan Dewan Pers

Djakarta  l Aktiva.News – Terkait akan merevisi Undang Undang no 32 tahun 2022 larangan konten media tentang Investigasi dalam hal ini ketum A-PPI Ade Julahedir meminta DPR-RI harus menghargai penolakan dewan pers dan mengecam keras bila hal ini akan di sah kan, Kamis (16/05/24)

“Terkait adanya rencana DPR-RI akan merevisi undang undang- nomor 32 tahun 2022, tentang larangan konten Investigasi. Saya Ketum APPI mengecam keras, yang mana hal ini dapat mempersempit gerak jurnalis” ujar A Julahedir, atas ada rencana DPR-RI yang akan merevisi UU No 32 tahun 2022 tersebut, bukan tanpa dasar hal itu ia sampaikan, bila revisi UU tersebut di sah kan, menurutnya hal itu akan mempersempit ruang gerak jurnalis dalam berkarya, dan yang hakekatnya kebebasan pers adalah bagian dari Hak Asasi Manusia, untuk menerima dan mendapatkan serta menyampaikan suatu informasi. Apa lagi pers yang kebebasan nya telah di lindungi oleh UU No 40 tahun 1999.

Dikesempatan itu pun ketum A-PPI ini, meminta kiranya DPR-RI menghargai atas penolakan dewan pers atas akan revisi tersebut. Sebab ini menyangkut kebebasan pers dalam menyajikan dan mengumpulkan suatu informasi, yang mana informasi disampaikan ke publik berdasarkan fakta dan data, kalau hal tersebut di kekang, bagaimana pers akan bekerja maksimal dalam memenuhi informasi yang di butuhkan publik.

” DPR juga harus menghargai, penolakan yang dikeluarkan dewan pers, karena ini menyangkut kebebasan PERS”. Tegas ketua umum Asosiasi Pewarta Pers Indonesia (A-PPI).

Dan mengutib dari MITRAPOL.com dengan judul : “Mahfud MD Larangan Konten Investigasi di Media Itu Keblinger”

Menurut Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, menilai larangan penyiaran konten jurnalisme investigasi sebagai keblinger.
Larangan ini tercantum dalam Pasal 50 B Ayat (2) Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran tertanggal 27 Maret lalu.
Mahfud MD dalam keterangannya di Jakarta pada Rabu (15/5/2024) menegaskan, bahwa media yang hebat memiliki jurnalis yang mampu melakukan investigasi mendalam.

“Media tidak boleh dilarang melakukan investigasi. Tugas media adalah mengungkap hal-hal yang tidak diketahui orang. Media akan menjadi hebat jika memiliki wartawan berani dan mampu melakukan investigasi mendalam,” ujarnya.

Menurut Mahfud, melarang investigasi jurnalistik sama dengan melarang riset.
“Melarang media melakukan investigasi sama saja dengan melarang riset. Ini penting untuk media, sama seperti riset penting untuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita harus memprotes hal ini,” tegasnya.
Mahfud juga mengkritik kondisi hukum politik saat ini yang dianggapnya semakin tidak jelas dan tidak utuh.
Menurutnya, untuk memperbaiki politik hukum, harus ada sinkronisasi antara UU Penyiaran, UU Pers, dan UU Pidana, bukan hanya berdasarkan kepentingan tertentu.

“Political will kita, moral dan etika berbangsa dan bernegara harus diperhatikan. Jika beriman, bagaimana kita menggunakan agama untuk kebaikan dalam bernegara dan berbangsa,” kata Mahfud.(Jeni)

BERITA TERKAIT

- Advertisement -spot_img

BERITA LAIN